Teringat tentang masa kecil yang indah.
dia yang memandikan, menyisir rambut, dan mengantarkanku ke sekolah.
aku yang berlari-lari kecil mengejarnya yang mengolokiku.
dia yang pertama mengajarkanku alif ba ta.
dia yang pertama mengajarkanku bersepeda.
dia yang memanggilku ketika aku lupa waktu hingga telah muncul mega merah.
rasa kasih sayang tulus tak tergantikan.
ketika aku telah mempunyai teman,
sayangmu tak pernah berkurang.
kau membaginya sama rata
tak ada yang iri.
teringat kau menggendong "kami bertiga"
dia di kanan, dia di kiri, dan aku bergelayut manja di pundakmu.
bergurau bersama, bercerita tentang masa mudamu yang penuh petualangan.
kami bertanya satu-satu "apakah kau bisa melakukan ini?" "apakah kau bisa melakukan itu?"
kau jawab "Ya, semua bisa dilakukan !"
sejak itu aku menganggapmu lelaki serba bisa,
kau bisa menjadi ayah ketika kau mengajarkanku mengenal Tuhan, menjadi ibu ketika kau menyisir rambutku, dan menjadi teman ketika aku meminta pendapat.
Semuanya bisa kau lakukan.
sempat aku tersadar kau tak bisa lakukan semuanya.
ketika selang infus dan oksigen melekat di tubuhmu.
aku cemas, takut kau tak bisa lagi berbagi cerita.
tapi, akhirnya kau kembali lagi dan kembali bercerita.
saat aku mulai beranjak remaja.
mulai kau batasi pergaulanku, takut aku terjerumus pada "kotak kelam"
aku tahu kau begitu karna sangat menyayangiku.
teringat saat kau ajarkan aku nada "doremifasollasido"
dengan sabar kau mengulang ketika aku buta nada.
dengan sabar kau mengajarkan ketika aku memaksa untuk menuju lagu tanpa partitur.
sekuat tenaga kau mengajarkan lagu agar aku bisa mencapai cita.
mengajarkanku "sepasang mata bola"
bernyanyi bersama ketika rumah menjadi gelap karena mati lampu bergiliran.
"ayah, aku ingin menyanyikan lagu ini!"
dan dengan sigap pula kau memetikkan gitar untukku.
dan dengan sigap pula kau memetikkan gitar untukku.
dan kami bernyanyi, di antara ibu dan kedua adikku.
ketika malam tiba, duduk berdua di teras rumah,
bercerita tentang hidup dan segala carut marutnya.
sambil sekali-sekali tergelak saat terlontar lelucon di mulut kami.
saat aku mulai beranjak dewasa.
kau mulai marah padaku ketika aku sering melupakan Tuhanku.
ketika aku mulai membangkang dan pergi dengan lelaki itu.
Pukul 9 pasti kau mengingatkanku untuk segera kembali pulang.
dan ketika tiba di rumah, kulihat kau berbaring menungguku di ruang tamu.
Teringat kau membuang muka ketika lelaki itu menyapamu,
aku tahu kau begitu karna kau cemburu "takut kalau aku akan melupakanmu"
teringat saat kau memelukku erat ketika akan melepaskanku untuk mencapai citaku.
tak ada air mata, tapi ku lihat ada gurat kesedihan di raut wajahmu yang mulai berkerut,
kau memelukku kembali, ketika aku pulang untuk melepas rindu disela proses mencapai citaku.
peluk eratmu dan bulu halus dipipimu yang menciumku dengan sayang membuatku "rindu"
*so missing you, dad |